Kamis, 12 Januari 2012

Premenstrual Syndrome

A. Premenstrual Syndrome 
a. Definisi
Merupakan sindrom yang terjadi secara khas pada periode antara ovulasi dan onset menstruasi (Dorland, 2007). Ditandai dengan timbulnya gejala fisik dan psikis seperti sakit kepala, nyeri payudara, perut sebah, pertambahan berat badan, kelelahan, sukar tidur, kecemasan, sulit konsentrasi, mudah marah, dsb (Storck, 2008).
b. Etiologi
Premenstrual syndrome merupakan kelainan psikologik dan somatik dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyebab yang paling memungkinkan adalah interaksi estrogen dengan neurotransmitter pada sistem saraf pusat seperti serotonin,  karena pada wanita yang mengalami premenstrual syndrome terjadi peningkatan hormon estrogen (Stolberg et al., 2003). Defisiensi prostaglandin kemungkinan juga dapat menyebabkan terjadinya premenstrual syndrome (Dickerson, 2003).
 c. Klasifikasi
Premenstrual syndrome dapat dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu:
1)      Kelas pertama
Meliputi gejala psikologis dan kepribadian seperti stress, ketegangan, perubahan mood, kecemasan, dan depresi.
2)      Kelas kedua 
Meliputi gejala somatic misalnya nyeri payudara, perut sebah, edema pada ekstremitas, dan palpitasi (Rosenfeld et al., 2008).
Selain itu juga dapat diklasifikasikan menjadi empat meliputi :
1)      Tipe A (Anxiety)
Premenstrual syndrome dengan gejala ansietas, insomnia, ketegangan, perubahan mood.
2)      Tipe C (Craving)
Premenstrual syndrome dengan gejala menyukai jenis makanan tertentu (mengidam),  hipoglikemia, malas, lemah, sakit kepala.
3)      Tipe D (Depression)
Premenstrual syndrome dengan gejala depresi, pelupa, suka menangis, dan bingung.
4)      Tipe H (Hydration)
Premenstrual syndrome dengan gejala pertambahan berat badan, edema ekstremitas, perut sebah, dan nyeri payudara.
5)      Tipe O (Other)
Premenstrual syndrome dengan gejala nausea, acne, banyak keringat (Kaslow, 2010).
d. Faktor risiko
1) Usia
Wanita usia dekade empat paling sering mengalami premenstrual syndrome.
3)      Merokok
Wanita yang merokok memiliki risiko dua kali lebih besar dibanding yang tidak merokok untuk mengalami premenstrual syndrome.
4)      Obesitas
Wanita obese memiliki risiko tiga kali lebih besar dibanding wanita yang tidak obese untuk mengalami premenstrual syndrome (Moreno, 2009).
e. Diagnosis
Tidak ada diagnosis yang objektif untuk premenstrual syndrome. Untuk menentukan terjadi atau tidaknya premenstrual syndrome dapat dilakukan pemeriksaan riwayat kesehatan (Steiner, 2000). Namun ada beberapa metode untuk mendiagnosis premenstrual syndrome seperti :
1) Menstrual diary
Berbentuk tabel terdiri dari tiga komponen perubahan yaitu perubahan fisik, perubahan emosional, dan perubahan kepribadian yang diamati dalam selama satu siklus mentruasi. Dihitung sejak hari pertama menstruasi terakhir sampai satu hari sebelum menstruasi. Digunakan untuk mengetahui gejala apa yang paling sering dialami (Emilia, 2008).
2) Shortened Premenstrual Asessment Form
Meliputi gangguan afektif seperti depresi, agitasi, iritabilitas, kecemasan, kebingungan, gangguan hubungan sosial. Juga meliputi gangguan somatik misalnya nyeri payudara, perut sebah, sakit kepala, edema ekstremitas. Wanita didiagnosis premenstrual syndrome bila mengalami lebih dari lima gejala (Rosenfeld, 2008).

B.Mekanisme terjadinya premenstrual syndrome akibat hipertensi primer
 Pada penderita hipertensi primer terjadi beberapa perubahan, salah satunya adalah peningkatan aktivitas saraf simpatik, sehingga terjadi peningkatan produksi katekolamin (Gray et al., 2002).  Hal tersebut dapat yang meningkatkan sekresi hormon hipotalamus yaitu GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon). Peningkatan sekresi GnRH menyebabkan sekresi FSH (Follicle Stimulating Hormon) yang berpengaruh pada perkembangan folikel sehingga terjadi peningkatan sekresi estrogen, sedangkan kadar progesterone masih rendah. Estrogen tersebut menyebabkan peningkatan kortisol dalam darah (Harper, 2003).
Rangsangan pada hipotalamus menyebabkan kelenjar hipofisis memacu sekresi bagian kortikal kelenjar adrenal yang juga akan menghasilkan kortisol  (Durand and Barlow, 2006). Kadar kortisol yang tinggi dalam darah bisa menyebabkan stress. Pada stress terjadi penurunan serotonin yang mengakibatkan ketidakstabilan mood sehingga bisa memudahkan munculnya premenstrual syndrome (Connoly, 2001). Pelepasan adrenalin oleh bagian kortikal kelenjar  adrenal akan menghambat pengikatan progesterone ke reseptornya sehingga terjadi penurunan kadar progesterone. Ketidakseimbangan antara kadar estrogen dan progesterone menyebabkan premenstrual syndrome (Alam, 2007).

Pathway Premenstrual Syndrome


Leave a Reply

 
 

Hair Styles

Followers

About Me